Desa Tonasa, 08 Mei 2025. Pengabdian Kepada Masyarakat, Mengimplementasikan Fiqih Mawaris dalam Keluarga 'Penerapan Mawaris Untuk Penyelesaian Konflik Keluarga Secara Syariah. yang diadakan Tim Dosen Universitas Indonesia Timur, diketuai Oleh Muktiali Jarbi, S.Ag.,MH yang melibatkan Dosen dan Mahasiswa dari Universitas yang sama serta bekerjasama dengan Kepala Desa Tonasa Kec. Tombo Pao Kabupaten Gowa Prov. Sulawesi Selatan. PKM ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan masyarakat mengenai Hukum Mawaris, sehingga menjadi solusi dalam penyelesaian konflik dalam keluarga.
'Menerapkan fikih mawaris (hukum waris Islam) secara syariah dalam penyelesaian konflik keluarga memang merupakan pendekatan yang ideal bagi umat Muslim. Tujuannya adalah untuk mencapai keadilan, menghindari perselisihan, dan menjaga keutuhan tali silaturahmi.
Berikut adalah langkah-langkah dan prinsip utama dalam mengimplementasikan fikih mawaris untuk menyelesaikan konflik keluarga:
1. Pahami Prinsip Dasar Fikih Mawaris
Penyelesaian konflik harus dimulai dari pemahaman yang benar. Fikih mawaris tidak hanya tentang pembagian harta, tetapi juga tentang:
-Keadilan yang proporsional: Islam telah menetapkan bagian-bagian yang spesifik untuk setiap ahli waris, seperti 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Pembagian ini bukan asal-asalan, tetapi didasarkan pada tingkat kedekatan dan tanggung jawab ahli waris terhadap almarhum.
-Tidak ada diskriminasi: Meskipun ada perbedaan jatah antara laki-laki dan perempuan (misalnya, jatah anak laki-laki dua kali lipat anak perempuan), hal ini didasarkan pada tanggung jawab finansial yang berbeda. Laki-laki memiliki kewajiban menafkahi keluarga, sementara perempuan tidak.
-Penyelesaian yang cepat: Islam menganjurkan agar warisan diselesaikan secepat mungkin setelah semua utang dan wasiat almarhum terpenuhi. Menunda pembagian warisan dapat memicu konflik dan ketidakadilan.
2. Lakukan Musyawarah dengan Pendekatan Syariah
Jika muncul konflik, musyawarah adalah jalan pertama yang harus ditempuh. Gunakan pendekatan syariah untuk mengingatkan para pihak akan pentingnya perdamaian dan keridhaan.
-Libatkan tokoh agama: Undang ustaz, kiai, atau penasihat syariah yang dihormati oleh keluarga untuk menjadi penengah. Mereka bisa menjelaskan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadis tentang hukum waris, mengingatkan akan bahaya mengambil hak orang lain, dan memberikan nasihat dengan hikmah.
-Fokus pada ukhuwah Islamiah: Ingatkan semua pihak bahwa harta bersifat fana, sementara hubungan persaudaraan adalah kekal. Harta yang dibagi secara adil dan rida akan membawa berkah, sementara harta yang direbut paksa hanya akan membawa malapetaka.
-Jelaskan hak dan kewajiban: Masing-masing pihak harus memahami dengan jelas berapa jatah yang menjadi haknya dan bukan haknya. Transparansi dalam penghitungan sangat penting untuk menghilangkan kecurigaan.
3. Tentukan Ahli Waris dan Harta Warisan Secara Syar'i
Langkah praktis selanjutnya adalah mengidentifikasi ahli waris dan harta secara benar sesuai syariah.
-Identifikasi ahli waris: Tentukan siapa saja yang berhak menerima warisan (Ashabul Furudh dan Ashabah) dan siapa yang terhalang (hijab) dari mendapatkan warisan. Contohnya, cucu tidak akan mendapat warisan jika ada anak laki-laki dari almarhum.
-Identifikasi harta: Pisahkan harta peninggalan almarhum dengan harta bawaan atau harta milik ahli waris lain. Ini penting untuk menghindari salah hitung.
-Penuhi kewajiban almarhum: Sebelum dibagi, pastikan harta tersebut sudah dikurangi untuk: Biaya pengurusan jenazah yang wajar, Pembayaran utang-utang almarhum, Pelaksanaan wasiat (jika ada) maksimal sepertiga dari harta.
4. Lakukan Pembagian Sesuai Faraid
Setelah semua tahapan di atas selesai, mulailah pembagian warisan sesuai ilmu faraid. Ilmu ini adalah metodologi matematis dalam fikih mawaris untuk menentukan bagian-bagian yang tepat.
Gunakan tabel faraid: Gunakan metode perhitungan yang sistematis untuk menentukan bagian setiap ahli waris. Jika ada bagian yang tersisa, berikan kepada ahli waris yang berhak (Ashabah). Jika masih ada sisa, terapkan aturan radd (pengembalian) jika semua ahli waris adalah Ashabul Furudh.
Libatkan orang yang kompeten: Jangan menghitung sendiri jika tidak yakin. Libatkan seorang ahli faraid untuk memastikan pembagiannya akurat.
5. Prinsip Takhallul (Saling Memaafkan)
Jika semua langkah di atas sudah dilakukan, namun masih ada pihak yang merasa kurang puas, ajak mereka untuk menerapkan prinsip takhallul, yaitu saling mengikhlaskan atau melepaskan hak.
-Hibah dan sedekah: Ahli waris yang memiliki jatah lebih besar bisa secara sukarela menghibahkan sebagian jatahnya kepada ahli waris lain yang mungkin lebih membutuhkan, seperti saudara kandung atau kerabat yang kurang mampu.
-Nilai pahala: Ingatkan bahwa melepaskan hak untuk menjaga tali silaturahmi dan keridhaan Allah akan mendapatkan pahala yang besar. Mengambil hak orang lain dengan paksa hanya akan membawa dosa.
Dengan pendekatan yang mengutamakan musyawarah, transparansi, dan berlandaskan pada Al-Qur'an serta Hadis, penerapan fikih mawaris tidak hanya akan menyelesaikan konflik harta, tetapi juga memperkuat ikatan keluarga dan membawa berkah bagi semua pihak.' Ujar Ibu Hasnawati,S.PdI.,M.Pd dalam memaparkan materi pada kegiatan PKM ini.
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini diharapkan memberikan kontribusi yang positif serta pemahaman yang baik terhadap fiqih mawaris, sehingga dapat mengurangi konflik dalam keluarga.
Tulis Komentar